Kamis, 08 November 2012

Obral Besar TKI


Akhir Oktober yang lalu masyarakat Indonesia dikejutkan dengan iklan ¨TKI on Sale¨ di Malaysia. Iklan tersebut bernada provokatif karena mengandung arti sedang ada obral besar pembantu rumah tangga yang berasal dari Indonesia. Pesan dalam selebaran itu dinilai amat merendahkan martabat bangsa.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, mengecam keras penyebarluasan promosi atau iklan penawaran itu. Jumhur meminta pemerintah Malaysia melarang pemasangan iklan “TKI On Sale” tersebut karena memperdagangkan manusia tidak selayaknya terjadi dan tidak beradab. Menurut Jumhur, iklan yang menawarkan TKI PLRT (Tenaga Kerja Indonesia Penata Laksana Rumah Tangga) merupakan tindakan tidak terpuji. “TKI bukan barang yang sekadar mendahulukan kebutuhan pasar. Ada aspek lain yang sangat penting diwujudkan, yaitu pelayanan perlindungan oleh pengguna maupun pemerintah di negara tujuan,” kata dia
Menurutnya, Indonesia secara teknis masih memberlakukan kebijakan penghentian sementara (moratorium) pengiriman Tenaga Kerja Indonesia Penata Laksana Rumah Tangga (TKI PLRT) ke Malaysia. Bila Malaysia tidak bertindak tegas maka Indonesia bisa mengambil kebijakan penghentian TKI PLRT permanen ke Malaysia. Jumhur pun mengatakan akan mengirim surat resmi secepatnya ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia, agar mengajukan protes dan keberatan diplomatik kepada pemerintah negeri jiran itu.
            Pemerintah Indonesia pun telah mengecam isi yang terkandung dalam iklan obral dan memanggil Duta Besar Malaysia lewat Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa. Pemerintah Malaysia mengaku menyesalkan adanya iklan “TKI on Sale” di Kuala Lumpur, Malaysia. Menurutnya iklan tersebut disebarkan oleh agen nakal bukan iklan resmi dari pemerintah. Pemerintah Malaysia  berjanji akan menindaklanjuti adanya iklan yang kontroversial tersebut.
Penggunaan istilah “sale” atau berarti obral merupakan sebuah kata yang keterlaluan. Tidak menghargai manusia. Wajar jika bangsa ini marah. Kemarahan itu pun harus ditelusuri. Apakah murni kesalahan dari pihak eksternal saja. Realitas di lapangan ternyata memang terjadi obral besar-besaran. Iklan penawaran tenaga kerja kasar juga marak di dalam negeri. Memang terkesan beradab karena tidak menggunakan bahasa kasar. Terlepas dari persoalan bahasa iklan, Pemerintah harus introspeksi apakah telah benar-benar memperlakukan TKI secara manusiawi. Perlakuan hina terhadap TKI jika diamati justru diawali dari dalam negeri sendiri.   
Kenyataan di dalam negeri sendiri TKI tidak lebih dari sekedar sapi perah penghasil devisa. Banyak pengusaha pengerah TKI memperlakukan mereka justru seperti budak. Laiknya ikan sarden, dijejali di tempat-tempat penampungan yang sempit. Para TKI dilarang melakukan kontak dengan dunia luar. Tidak heran bila kemudian muncul kasus TKI yang melarikan diri dari tempat penampungan atau bahkan bunuh diri.  Perbudakan TKI tak hanya terjadi saat mereka akan diberangkatkan ke negeri jiran. Dilepas bekerja di negeri orang pun tanpa perlindungan hukum yang kuat. Ketika kembali pun mereka menjumpai perlakuan yang hampir sama. Diperas, ditipu, atau dirampok di Tanah Air sendiri sepertinya telah menjadi kisah tragis para TKI.
Klaim pemerintah yang telah berbuat banyak mengurus dan melindungi berbeda dengan realitasnya. Kecaman yang diserukan pemerintah hanya sekedar obat penenang sementara. Langkah pembatasan terhadap pengiriman TKI juga belum berpengaruh apa-apa. Faktanya pemerintah belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan. Ini membuat banyak pekerja dengan keterampilan minim harus mengadu nasib di negeri orang.
Masalah TKI sangat rumit. Jika melihat akar permasalahannya, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terpenuhinya kesejahteraan di dalam negeri. Rakyat dibelenggu kemiskinan karena gagalnya kebijakan ekonomi Indonesia.  Itulah yang menjadi tugas utama pemerintah: bagaimana menghentikan pengiriman TKI selamanya. Tidak lain yaitu dengan menyejahterakan mereka. Problemnya, jika sistem yang diterapkan saat ini masih sistem sekuler-kapitalis yang tidak menyejahterakan rakyat, selama itu pula TKI akan terus menjadi bahan hinaan.
Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah gagal mengatasi persoalan kemiskinan ekstrim dalam masyarakatnya. Bukti tak terbantahkan bahwa klaim Kapitalisme  sesat adalah “pertumbuhan ekonomi adalah sarana utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat”. Bukannya  membuahkan kesejahteraan bagi masyarakat dan meninggikan standar hidup mereka, malah sebaliknya. Sistem ekonomi Kapitalis yang diadopsi Indonesia dalam realitanya justru memperparah tingkata kemiskinan dan memperbesar kesenjangan sosial. Sistem kapitalis telah acapkali terbukti hanya menempatkan kekayaan pada segentir orang dan memiskinankan rakyat secara luas.
Sistem Kapitalis yang diterapkan di Barat, khususnya di Indonesia memandang segala sesuatu hanya sebagai masalah permintaan dan penawaran. Yang tujuan akhirnya adalah mendapatkan keuntungan. Pandangan ini telah menghinakan harkat manusia baik perempuan maupun laki-laki menjadi tidak lebih dari sekedar komoditas ekonomi yang membawa keuntungan finansial untuk negara mereka. Bisa digunakan dan dilecehkan tanpak peduli efeknya terhadap fisik dan mental individu dan keluarga serta masyarakat.
Sangat kontras dengan Kapitalisme, Islam tidak memandang manusia sebagai komoditi ekonomi, melainkan sebagai manusia yang harus dilindungi. Jutaan buruh migran Indonesia akan memiliki cerita yang lain jika berada di bawah naungan sistem Khilafah. Lebih dari empat belas abad Khilafah telah teruji menangani kemiskinan. Khilafah adalah model terbaik sebuah negara yang menerapkan sistem ekonomi yang sehat.
Khalifah mampu melarang penimbunan kekayaan atau privatisasi sumberdaya alam. Melarang pihak asing berinvestasi besar dalam pembangunan infrastruktur, pertanian, teknologi dan industri. Arah kebijakannya adalah untuk mengusahakan distribusi kekayaan yang efektif dalam menjamin kebutuhan pokok semua warga negaranya. Pada saat yang sama meletakkan kegiatan ekonomi yang sehat untuk mengatasi pengangguran massal dan memungkinkan individu untuk mendapat kemewahan. Itulah mengapa sistem sekuler harus diganti dengan sistem Islam yang lebih memuliakan manusia. 

Rabu, 24 Oktober 2012

Standar Ganda Pembela Perempuan


Foto setengah bugil sopir maut Novi Amelia sesaat setelah ditangkap tersebar luas di media. Diduga diambil dan disebarkan oleh oknum polisi. Komnas Perempuan membela model bikini itu dan menilainya sebagai bentuk kekerasan seksual. Komisioner Andy Yentriyani menilai Novi  sedang dalam kondisi tak bisa mengontrol dirinya. Penyebarluasan itu bisa dikategorikan pelanggaran terhadap UU ITE dan hukum lainnya. 

Profesi Novi sebagai model pakaian dalam mengharuskannya untuk berpose setengah bugil di majalah dewasa pria. Foto-foto pornonya banyak beredar luas. Anehnya foto tersebut tidak dikatakan aksi pelecehan seksual/kekerasan seksual? Demikian pula jika aksi tersebut dilakukan oleh foto model atau artis porno lainnya, Mengapa tak pernah dicap eksploitasi seksual? Hal itu karena definisi ekploitasi lebih mendekati ¨keterpaksaan¨. Jadi, jika Novi foto secara sadar dan menjual posenya itu demi uang tidak dikategorikan eksploitasasi. Istilahnya menjadi lain yaitu pemberdayaan perempuan. Begitulah pandangan sekuler-liberal. Sikap ambigu para pembela HAM menunjukkan adanya standar ganda dalam definisi eksploitasi seksual.

Wacana partisipasi penuh perempuan saat ini menjadi semakin gencar. Isu ini  juga pernah didengungkan oleh Hillari Clinton beberapa waktu lalu saat ke Indonesia. Perempuan diperas baik fisik, energi maupun tubuhnya untuk mendapatkan penghargaan berupa materi. Bagi perempuan yang tak menghasilkan materi dianggap tidak berdaya dan tidak berpartisipasi dalam pembangunan. Sekalipun harus menjual tubuhnya sebagai model porno, perempuan baru dikatakan berdaya guna. Sangat jelas berbeda dengan Islam yang menghormati dan menghargai perempuan. Islam memandang perempua adalah perhiasan yang harus dijaga. Oleh karenanya Islam punya model terbaik dan bermartabat dalam memberdayakan perempuan.

Kamis, 18 Oktober 2012

Perempuan dalam Cengkraman Narkoba



Lagi, terjadi kasus tabrakan maut akibat efek narkoba. Kali ini sopir maut itu bernama Novie Amelia. Saat ditangkap, ternyata Novie yang berprofesi sebagai model majalah dewasa hanya mengenakan bikini. Novie menabrak tujuh orang termasuk polisi yang sedang bertugas. Setelah melakukan tes urine, terbukti Novie positif meminum minuman keras dan menggunakan ekstasi. Tapi menurut polisi, Novie akan sulit dijerat dengan pasal narkoba. Pada saat bersamaan, para hakim malah membebaskan sejumlah terpidana kasus narkotika dari hukuman mati. Para pengguna/pebisnis narkoba semakin ringan hukumannya, bahkan beberapa waktu lalu ada wacana melegalkan ganja.

Masyarakat semakin dekat dengan narkoba. Kalangan perempuan pun ikut mengkonsuminya. Apalagi jika perempuan itu dari kalangan artis. Sudah banyak artis perempuan yang  ikut terjerat.
Ironisnya, para hakim Mahkamah Agung justru semakin permisif terhadap persoalan narkotika. Presiden pun justru memperingan hukuman dengan memberikan grasi kepada Corby beberapa waktu yang lalu. Padahal, masalah narkotika menyangkut nasib jutaan generasi muda Indonesia. Presiden dan para hakim mengabaikan jumlah korban narkoba yang mencapai 3,8 juta jiwa serta puluhan juta orang yang berpotensi menjadi korban. Bahkan sudah banyak pakar menyebut, seperti Elly Risman, yang pernah menyatakan narkoba jauh lebih bahaya dibanding teroris.

Narkoba harusnya menjadi musuh bersama yang diberantas tuntas. Tidak ada toleransi bagi pengguna/pebisnis narkoba. Justru, seharusnya hukuman diperberat mengingat dampaknya yang berbahaya bagi generasi. Dalam Islam telah jelas bahwa menggunakan narkoba adalah haram. Hukuman bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir sesuai tingkat kesalahannya. Jenis sanksinya misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Pengguna narkoba yang baru beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, dan beda pula dengan pemilik pabrik narkoba. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati.

Senin, 08 Oktober 2012

Hijabers, Trendy Atau Syar'i?



Tren busana muslimah di Indonesia semakin semarak. Terbukti dengan mulai banyaknya acara kontes kecantikan khusus muslimah. Seperti Hijab Hunt 2012 yang diselenggarakan sebuah portal berita ternama. Lalu World Muslimah Beauty 2012 yang akan dihelat 9-16 September ini di Jakarta. Pemilihan tersebut digelar bersamaan dengan pertemuan para pengusaha bisnis syariah dunia.  Tajuk pertemuan itu adalah The 3rd Muslim World Biz 2012. Pertemuan ini akan dihadiri oleh delegasi negara anggota Organisasi Konferensi Islam serta para pelaku bisnis syariah dunia pada 12-16 September di Jakarta.

Tujuan dari kontes kecantikan ialah mencari ikon dunia fashion muslimah. Tak ada beda dengan kontes kecantikan umumnya. Pemenang kontes akan menjadi model iklan produk muslimah. Tren menutup aurat dijadikan ajang bisnis industri fashion yang memang menggiurkan. Selain itu, ada penguatan opini sekaligus motto hijaber: menutup aurat tapi tetap modis dan fashionable. Dampaknya adalah sikap konsumtif dari para muslimah. Semua busana muslimah keluaran terbaru menjadi buruan. Fakta ini dikhawatirkan akan membuat makna hakiki dari menutup aurat hilang.

Tren hijab seharusnya dicermati oleh para muslimah. Jangan sampai kewajiban menutup aurat musnah digantikan hawa nafsu sesaat. Inginkan modis, tapi melupakan aturan Islam. Berburu model terbaru sama saja dengan mengumbar hawa nafsu. Yang dilupakan adalah bagaimana definisi hijab yang sesungguhnya. Berbusana bukan hanya sekedar modis. Sebagai muslimah dituntut harus tahu hukum fikihnya juga.  

Kamis, 16 Agustus 2012

Kemerdekaan Hakiki


Peringatan kemerdekaan tahun ini terasa istimewa. Hal ini karena berbarengan dengan momen lebaran. Istimewa karena makna kedua perayaan sama-sama tentang kebebasan. Perayaan 17 Agustus dimaknai dengan bebas dari penjajah
an fisik. Idul Fitri dimaknai bebas dari dosa menuju fitrah. Kedua peringatan ini hendaknya menjadi renungan, apakah kaum muslim sudah merdeka dan kembali ke fitrahnya sebagai hamba Allah SWT?


Jika melihat fakta, kemerdekaan hakiki belum dicapai oleh kaum muslim. Memang secara fisik, rakyat Indonesia telah bebas dari penjajahan fisik. Namun jika dilihat dari segi ekonomi, sosial, moral, bahkan pemikiran, umat muslim masih terjajah. Umat muslim sejatinya terjajah secara nonfisik oleh penerapan sistem sekuler. Hal ini memaksa kaum muslim untuk menanggalkan identitas kemusliman secara sempurna.


Untuk menjadi muslim seutuhnya seorang muslim harus menjalankan semua kewajiban tanpa terkecuali. Seluruh 


kewajiban ini belum tercapai ketika masih terkungkung oleh sistem sekuler-kapitalis. Sistem ini memenjarakan muslim dari kebebasan mengeskpresikan ketakwaannya. Sistem sekuler memenjarakan umat Islam dengan sekat-sekat nasionalismenya. Persatuan dan ukhuwah umat Islam pun tak tercapai. Kemerdekaan hakiki bagi muslim adalah ketika mereka berhasil membebaskan diri dari ideologi selain Islam. Yaitu dengan hidup di bawah naungan sistem Islam. Inilah yang harus diperjuangkan kaum muslimin.

Rabu, 18 Juli 2012

Undang-Undang Liberal


Slogan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat ternyata hanya sekedar pemanis kata. Ketika hampir seluruh suara rakyat menolak Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi, Undang-Undang tersebut malah disahkan oleh DPR. Sejumlah pihak telah menyatakan untuk mengajukan permohonan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi.

Kontorversi Undang-Undang Perguruan Tinggi ini sudah lama diperbincangkan. Konsep otonomi perusahaan tinggi yang diatur Undang-Undang Perguruan Tinggi akan berpotensi melahirkan komersialisasi pendidikan. Setiap Perguruan Tinggi diberi kewenangan untuk mengatur besaran biaya pendidikan. Tentu Perguruan Tinggi akan menaikkan biaya sesuka hati. Selain itu Perguruan Tinggi asing akan semakin banyak. Tentu saja akan mengancam keberadaan Perguruan Tinggi domestik. Ini akan menambah penyebarluasan pemikiran asing, sekuler dan liberal.

Sebenarnya Mahkamah Konstitusi telah menyatakan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan tidak berlaku lagi sejak 31 Maret 2010. Sungguh tidak masuk akal jika Undang-Undang tersebut disahkan lagi oleh DPR.  Beginilah model jika negara dikelola secara kapitalis. Dunia pendidikan akan semakin liberal dan komersil. Maka yang harus kita lakukan adalah menolak kebijakan sewenang-wenang ini.

Kamis, 12 Juli 2012

PR untuk Gubernur Baru


Kota Jakarta baru saja mengadakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur masa periode 2012-2017. Calon yang terpilih akan dihadapkan pada sejumlah masalah di ibukota. Tumpukan masalah tersebut masih ditambah kasus baru yang mulai mengkhawatirkan. Dalam beberapa bulan terakhir, kasus bunuh diri sering terjadi di ibukota. Di bulan Maret, empat kasus bunuh diri terjadi pada hari yang sama.

Penyebab orang melakukan bunuh diri tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Setiap faktor saling mempengaruhi. Apalagi sebagai ibukota, Jakarta menyimpan permasalahan yang membuat warganya mengalami tingkat stress yang tinggi. Jika calon gubernur yang terpilih tidak belajar bahwa akar masalah warga adalah salah sistem. Maka akan semakin banyak korban bunuh diri berjatuhan.

Pasangan cagub-cawagub yang maju di pilkada DKI Jakarta harus berbenah. Bukan saatnya lagi memisahkan antara ayat suci dengan ayat konstitusi. Permasalahan Jakarta bahkan Indonesia justru disebabkan karena pemisahan antara agama dengan kehidupan. Solusinya tentu saja kembali kepada aturan yang dibuat oleh Sang Pencipta. 

Astagfirullah! AlQur’an pun Dikorupsi


           Memalukan! Terbongkarnya kasus korupsi pengadaan Al Quran oleh anggota DPR, Zulkarnaen Djabar menambah buruk citra Islam. Itulah fakta yang terjadi di negeri dengan penduduk yang mayoritas muslim. Padahal dalam Islam perbuatan korupsi adalah hal yang tidak boleh dilakukan. Apa yang salah?

Berbicara mengenai korupsi tidak selalu karena masalah human eror. Korupsi yang terjadi bukan hanya satu atau dua kasus. Korupsi yang terjadi sudah menyentuh semua lini. Ini didukung oleh sistem yang kondusif untuk korupsi. Ada beberapa aspek yang membuat celah untuk korupsi. Yang pertama adalah dari sisi individu yang lemah iman. Kemudian dari sisi birokrasi yang tidak transparan serta regulasi yang tidak ketat. Sedangkan dari sisi masyarakat adalah lemahnya kontrol sosial. Yang memperparah adalah dari sisi hukum yang tidak bergigi untuk memberantas korupsi.

Kasus korupsi seperti tiada habisnya dan sudah mengakar. Untuk memberantas dengan tuntas dibutuhkan solusi yang menyeluruh. Yaitu dengan mengganti sistem kapitalis-demokratis yang rusak dan usang. Hanyalah bisa diganti dengan sistem yang menanamkan nilai-nilai keimanan pada tiap individu. Selain itu juga sistem yang menegakkan hukum yang tegas dan keras bagi koruptor. Semua itu hanya ada dalam sistem Islam yang sempurna.

Selasa, 26 Juni 2012

Yang Pro Perempuan




Semakin lama peran perempuan semakin diperhitungkan. Kesempatan untuk melejitkan potensi perempuan tidak lagi lagi dikekang justru difasilitasi. Bahkan menteri BUMN Dahlan Iskan mengeluarkan kebijakan properempuan. Rencananya karyawati BUMN akan diberikan perpanjangan cuti melahirkan satu hingga dua tahun. Dengan begitu perusahaan tidak kehilangan tenaga kerja potensial. Dari sisi wanita, kesempatan untuk mengasuh anak sambil bekerja dan mengembangkan potensi tetap ada.

Kebijakan Dahlan memang tepat, namun tidak menyelesaikan problem perempuan. Keputusan perempuan untuk fokus pada anak dan keluarga juga bukanlah suatu hal yang salah. Perempuan dalam keluarga dan bangsa juga memiliki peran penting. Pilar untuk membentuk generasi ada pada perempuan. Semua itu dimulai sejak perempuan melahirkan, menyusui, mendidik pada masa emas anak sampai masa prabaligh. Jika hanya dibatasi selama masa dua tahun, waktu tersebut tak akan cukup.

Kondisi yang paling ideal untuk perempuan sudah digariskan dalam Islam. Boleh saja perempuan bekerja selama tidak mengganggu tugas utama dan mulia mendidik generasi. Perempuan sangat boleh mengaplikasikan ilmunya. Semua itu tetap memerlukan pengaturan. Banyak kebutuhan wanita atas keterampilan tenaga kerja wanita. Misal ibu hamil membutuhkan dokter atau bidan wanita. Yang patut diperhatikan adalah aturan seperti ini hanya bisa dibangun jika sistem Islam ditegakkan dalam seluruh aspek. Dengan landasan paradigma bahwa perempuan bekerja untuk mengamalkan ilmu demi kemaslahatan umat.




Kamis, 14 Juni 2012

Suara Publika

Alhamdulillah, tulisanku tentang industri seks dan bola masuk koran republika,
hari Kamis, 14 Juni 2012 Hal 4 Opini Rubrik Suara Publika

sayang karena keterbatasan halaman (mungkin) jadi bagian terakhir harus dihilangkan

ini tulisan aslinya


Sisi Gelap Piala Eropa
Sungguh malang nasib perempuan di Ukraina. Para aktivis Femen, Organisasi Kebebasan untuk Wanita, rela bertelanjang dada untuk mendemo perhelatan piala Eropa. Mereka menolak ajang Piala Eropa 2012 karena hanya akan memicu pelonjakan tingkat pelacuran di Ukraina dan Polandia. Menurut mereka, para suporter seluruh negara peserta, dipastikan mengunjungi tempat-tempat prostitusi. Namun suara mereka hanya dianggap angin sepoi-sepoi. Aktivis yang berdemo itu malah diancam dan dikenakan denda. Hukuman yang akan diterima adalah masa tahanan selama 15 hari atau denda sebesar 800 hryvnia atau sekitar 900ribuan rupiah. Sudah mempermalukan diri sendiri dengan membuka aurat malah berakhir di penjara.
Bola, bir, dan perempuan malam tampaknya tidak bisa dipisahkan dari ajang besar piala Eropa.  Apalagi di Ukraina sendiri dikenal dengan industri prostitusi. Penjaja jasa ini bisa dengan mudah ditemukan di jalanan, bar dan hotel di negeri itu.  Selain menjadi pekerja seks, posisi perempuan dalam industri bola hanyalah pemanis agar sepakbola lebih menjual. Presenter acara bola, model-model iklan di situs judi, dan perempuan pasangan bintang sepakbola ditujukan untuk mendongkrak pamor. Perempuan tak tau bahwa mereka hanyalah dijadikan target eksploitasi industri sepakbola.
Padahal Islam telah memuliakan perempuan. Rasulullah pernah bersabda bahwa “Takutlah kepada Allah dan hormatilah kaum wanita.” (HR Muslim). Dalam Islam, seorang wanita dilarang melakukan pekerjaan yang menonjolkan aspek sensualitas. Kewajiban menutup aurat dan keharaman bertabaruj atau memperlihatkan kecantikan adalah demi kehormatan perempuan agar tak dilecehkan. Zaman Khalifah Mu’tashim, harga diri seorang wanita yang dilecehkan oleh pembesar Romawi dibayar dengan perang. Sedemikian besarnya tentara kaum muslimin hingga diriwiyatkan, “kepala” pasukan sudah berada di Amuria sedangkan “ekornya” berakhir di Baghdad. Banyak kisah lainnya yang menunjukkan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dan menjaga harga diri perempuan. Sayangnya, saat ini Negara Islam (Khilafah) yang menerapkan hukum-hukum tersebut tidak ada. 

Kamis, 31 Mei 2012

Haruskan ada Hari Tanpa Tembakau




Dalam film dokumenter berjudul Sex, Lies and Ciggarette, Christof Putzel menyentak Indonesia. Dia begitu heran dengan kios rokok yang jaraknya berdekatan dengan sekolah. Masyarakat dunia pun begitu heboh dengan berita tentang bayi berumur dua tahun yang gemar merokok. Banyak talkshow yang memperbincangkan bayi tersebut. Pemerintah pun malu dan mengirim bayi beserta ibunya ke pusat rehabilitasi perokok. Saat ini ada sekitar 89 juta keluarga perokok di Indonesia. Bisa dibayangkan berapa jumlah perokok pasif anak di Indonesia.
Tanggal 31 Mei merupakan hari tanpa tembakau. Hari di mana seharusnya dunia bebas tanpa asap tembakau. Benarkah kita mesti menyalahkan tembakau? Tembakau hanyalah sejenis tanaman yang bisa hidup di mana saja di muka bumi. Manfaat tembakau pun ada mulai dari penghasil protein anti kanker, obat diabetes, dan sebagai anti radang. Jika dipergunakan dengan benar tembakau memiliki manfaat selain bahan utama rokok. Allah, Sang Pencipta membuat tembakau bukan untuk dieskploitasi tanpa aturan sesuai kehendak manusia. Aturan manusia inilah yang menyebabkan tembakau menjadi disalahkan. Akibat kapitalisasi industri rokok, tembakau menjadi polemik. Di satu sisi dibutuhkan sebagai mata pencaharian petani tembakau, di sisi lain menjadi pengancam kesehatan nasional. Dengan jeli, Christof Putzel menyadarkan sebagian orang yang tak tau bahaya sebenarnya adalah dari para kapitalis perusahaan rokok. Iklan-iklan rokok dikemas dengan bungkusan yang kreatif. “Gue aja adem, kenapa loe yang panas?”. Slogan-slogan seperti inilah yang hendak dijadikan trend oleh perusahaan rokok. Indonesia sekarang adalah gambaran Amerika tahun 60an . Di mana asap rokok bebas dinyalakan. Di mana para artis idola dengan bangga memamerkan budaya gaul dan bebas merokok. Di mana sampai bayi menjadi ikon baru dunia rokok. Bukan lagi koboi petualang.
                Banyak yang tak tau, manajer-manajer perusahan rokok tersebut malah sudah berhenti merokok. Pemerintah Amerika sendiri dituntut oleh masyarakatnya untuk membuat aturan yang ketat untuk peredaran rokok. Kemudian para kapitalis perusahaan rokok tersebut berganti wilayah sasaran pasar. Ini karena bahaya rokok yang begitu mengkhawatirkan. Amerika membuang kebiasaan buruk merokok dan Indonesia lah sebagai tempat sampahnya. Sekarang generasi muda mulai dari balita pun merokok. Apa jadinya jika generasi penerus bangsa sudah dicekoki kebiasaan buruk? Dengan dalih untuk menyejahterakan petani tembakau, pemerintah seolah lupa mengapa menteri kesehatan bisa terkena kanker paru-paru. Menghilangkan kebiasaan merokok bisa dilakukan dengan pondasi aqidah individu. Seorang muslim tidak akan menyia-nyiakan harta untuk mengkonsumsi sesuatu yang membawa mudharat. Namun negara pun perlu ambil bagian dalam membuat regulasi tegas tentang penjualan rokok. Bukan tembakau. Jadi bukan hari tanpa tembakau. Yang seharusnya adalah hari tanpa rokok.

link di bawah adalah film dokumenter sex, lies and ciggarette 

Sabtu, 19 Mei 2012

Efektifkah Pendidikan Karakter Kebangsaan?

-HTI Press- Pendidikan karakter kebangsaan dipandang sebagai solusi penting mengatasi potret buram pendidikan nasional. Seks pra nikah, aborsi, pornografi, HIV/AIDS, narkoba, tawuran, kenakalan, kekerasan, minuman keras, cuci otak hingga radikalisme.

Gagasan pendidikan karakter kebangsaan muncul setelah pendidikan agama dan kewarganegaraan dianggap belum cukup membentuk karakter generasi. Radikalisme, sikap memaksakan pendapat orang lain maupun semangat mengubah negara Indonesia kian menguat. Seperti keberadaan Negara Islam Indonesia (NII).
Pembahasan pendidikan karakter kebangsaan itulah yang disampaikan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) kepada 500-an pendidik, guru, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah SMP-SMA se-Surabaya dalam Seminar Pendidikan “Mengukur Efektifitas Pendidikan Karakter Kebangsaan dalam Menghasilkan Generasi Berkualitas” di Aula SMKN 6 Surabaya, Minggu (13/5/2012).

Sebagai pembicara Asyfiyah SPd Aktivis MHTI yang juga guru SMKN 9 Surabaya memaparkan Potret Buram Generasi vs Pendidikan Karakter Kebangsaan. Pentingnya pendidikan karakter kebangsaan diperkuat dengan pernyataan Menteri Pendidikan Nasional. Menurutnya, pendidikan karakter kebangsaan bisa mewujudkan keunggulan sumber daya manusia. Ini didasarkan pada penelitian menyebutkan 80 persen kesuksesan ditentukan dari karakter atau kepribadian seseorang.
 Faktanya, banyak yang menyangsikan pendidikan karakter. Alasannya, kata Asfiyah, pendidikan di Indonesia adalah pendidikan sekuler dengan budaya masyarakat yang materialistik. Terlebih dengan materi ajar yang tidak menghantar terbentuknya output pendidikan berkepribadian seimbang.
“Pelajaran agama yang diajarkan hanya tentang ibadah mahdoh saja. Sholat sampai memandikan jenazah. Itu sebenarnya tidak penting. Padahal yang terpenting adalah membentuk kepribadian Islam,” kata Asfiyah.
Pengajaran yang ada sekarang cenderung hanya sekedar transfer of knowledge dan bukan transfer of personality. Guru pun belum bisa memberikan teladan bagi siswa untuk mengembangkan karakter positif. Ditambah dengan belum serasinya pendidikan sekolah, keluarga dan masyarakat.

Pendidikan karakter sudah ada sejak era Soekarno hingga masa reformasi. Namun, tidak juga mengubah kondisi generasi muda. Konflik horizontal maupun vertikal muncul dima-mana. Primordialisme, praktek korupsi, kolusi dan nepotisme nyatanya masih merajalela. Pendidikan karakter kebangsaan hanya menghasilkan robot-robot pembela bangsa yang tidak mampu membedakan mana benar, salah, halal, haram, baik atau buruk. Hal ini tak lain adalah buah sistem kapitalisme. Pendidikan sekuler hanya memberikan pelajaran agama berdurasi 2 jam seminggu, sehingga dengan mudah mengikis ketaqwaan.

Bagaimana dengan pendidikan Islam? Aktivis MHTI yang juga Pengamat Pendidikan Rezkiana Rahmayanti menjelaskannya. Pendidikan dalam Islam sangat berbeda. Pendidikan adalah kebutuhan pokok dan asazi bagi setiap individu. “Pendidikan adaah pelayanan umum dan kemaslahatan hidup yang harus dipenuhi oleh negara,” ujarnya. Sistem pendidikan dalam Khilafah bertujuan untuk membangun kepribadian Islam, aqliyah dan nafsiyah serta mempersiapkan generasi muslim menjadi ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu Islam maupun terapan. Karena itu kurikulum dan kualifikasi guru tidak boleh bertentangan dengan aqidah Islam. Misalkan dalam pelajaran biologi, tidak akan mengajarkan bahwa manusia berasal dari kera, karena ini bertentangan dengan Islam.

Meski berasaskan Islam, namun sistem pendidikan dalam Khilafah tidak hanya akan dirasakan oleh umat muslim, tapi juga non muslim. Sistem pendidikan Islam akan menghasilkan generasi yang bisa mengambil keputusan dan bersikap atas masalah yang terkait dengan dirinya, mampu menjadi pemimpin sekaligus siap menjadi rakyat, zuhud tapi juga menikmati hidup, mampu menguasai dunia tapi juga sukses di akhirat, tidak rakus dunia karena berlandaskan ketaqwaan. Hasil pendidikan Islam pun bisa dilihat dari generasi-generasi pendahulu seperti Mu’adz bin Jabal, Salim Maula Abu Hudzaifah, Abu Ubaidah dan Aisyah ra.
Khilafah sebagai penyelenggara pendidikan juga mampu menjamin tersedianya sarana prasarana yang lengkap seperti perpusataakn, laboratorium dan sarana ilmu pengetahuan lain. Khilafah juga menyediakan guru yang berkualitas dengan profil berkepribadian Islam, bertaqwa, bertanggung jawab dan tidak mengabaikan ilmu. Kesejahteraan guru pun terjamin. Terbukti, pada masa Khalifah Umar bin Khattab misalnya, gaji guru sebesar 15 dinar atau setara dengan 63,75 gram emas. Jika saat ini harga 1 gram emas Rp 300 ribu, maka gaji guru saat itu Rp 19 juta lebih per bulan. Guru yang berprestasi menulis buku diberi penghargaan dengan menimbang buku tersebut dan disepadankan dengan berat emas.

Pembahasan sistem pendidikan ini ternyata disambut positif kalangan pendidik di Surabaya. Para peserta seminar berbondong-bondong memberikan pertanyaan maupun tanggapan betapa pendidikan Islam tidak diragukan lagi kehebatannya. Seminar pun ditutup dengan komitmen adanya sebuah perubahan agar syariah Islam dalam naungan Khilafah bisa segera diterapkan.