Akhir Oktober yang lalu masyarakat Indonesia
dikejutkan dengan iklan ¨TKI on Sale¨ di Malaysia. Iklan tersebut bernada
provokatif karena mengandung arti sedang ada obral besar pembantu rumah tangga
yang berasal dari Indonesia. Pesan dalam selebaran itu dinilai amat merendahkan
martabat bangsa.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, mengecam keras
penyebarluasan promosi atau iklan penawaran itu. Jumhur meminta pemerintah
Malaysia melarang pemasangan iklan “TKI On Sale” tersebut karena
memperdagangkan manusia tidak selayaknya terjadi dan tidak beradab. Menurut
Jumhur, iklan yang menawarkan TKI PLRT (Tenaga Kerja Indonesia Penata Laksana
Rumah Tangga) merupakan tindakan tidak terpuji. “TKI bukan barang yang sekadar
mendahulukan kebutuhan pasar. Ada aspek lain yang sangat penting diwujudkan,
yaitu pelayanan perlindungan oleh pengguna maupun pemerintah di negara tujuan,”
kata dia
Menurutnya, Indonesia secara teknis masih
memberlakukan kebijakan penghentian sementara (moratorium) pengiriman Tenaga
Kerja Indonesia Penata Laksana Rumah Tangga (TKI PLRT) ke Malaysia. Bila
Malaysia tidak bertindak tegas maka Indonesia bisa mengambil kebijakan
penghentian TKI PLRT permanen ke Malaysia. Jumhur pun mengatakan akan mengirim
surat resmi secepatnya ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur,
Malaysia, agar mengajukan protes dan keberatan diplomatik kepada pemerintah
negeri jiran itu.
Pemerintah
Indonesia pun telah mengecam isi yang terkandung dalam iklan obral dan
memanggil Duta Besar Malaysia lewat Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa.
Pemerintah Malaysia mengaku menyesalkan adanya iklan “TKI on Sale” di Kuala
Lumpur, Malaysia. Menurutnya iklan tersebut disebarkan oleh agen nakal bukan
iklan resmi dari pemerintah. Pemerintah Malaysia berjanji akan menindaklanjuti adanya iklan
yang kontroversial tersebut.
Penggunaan istilah “sale” atau berarti obral
merupakan sebuah kata yang keterlaluan. Tidak menghargai manusia. Wajar jika
bangsa ini marah. Kemarahan itu pun harus ditelusuri. Apakah murni kesalahan
dari pihak eksternal saja. Realitas di lapangan ternyata memang terjadi obral
besar-besaran. Iklan penawaran tenaga kerja kasar juga marak di dalam negeri.
Memang terkesan beradab karena tidak menggunakan bahasa kasar. Terlepas dari
persoalan bahasa iklan, Pemerintah harus introspeksi apakah telah benar-benar
memperlakukan TKI secara manusiawi. Perlakuan hina terhadap TKI jika diamati
justru diawali dari dalam negeri sendiri.
Kenyataan di dalam negeri sendiri TKI tidak
lebih dari sekedar sapi perah penghasil devisa. Banyak pengusaha pengerah TKI memperlakukan
mereka justru seperti budak. Laiknya ikan sarden, dijejali di tempat-tempat
penampungan yang sempit. Para TKI dilarang melakukan kontak dengan dunia luar.
Tidak heran bila kemudian muncul kasus TKI yang melarikan diri dari tempat
penampungan atau bahkan bunuh diri.
Perbudakan TKI tak hanya terjadi saat mereka akan diberangkatkan ke
negeri jiran. Dilepas bekerja di negeri orang pun tanpa perlindungan hukum yang
kuat. Ketika kembali pun mereka menjumpai perlakuan yang hampir sama. Diperas,
ditipu, atau dirampok di Tanah Air sendiri sepertinya telah menjadi kisah
tragis para TKI.
Klaim pemerintah yang telah berbuat banyak
mengurus dan melindungi berbeda dengan realitasnya. Kecaman yang diserukan
pemerintah hanya sekedar obat penenang sementara. Langkah pembatasan terhadap
pengiriman TKI juga belum berpengaruh apa-apa. Faktanya pemerintah belum mampu
menyediakan lapangan pekerjaan. Ini membuat banyak pekerja dengan keterampilan
minim harus mengadu nasib di negeri orang.
Masalah TKI sangat rumit. Jika melihat akar
permasalahannya, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terpenuhinya
kesejahteraan di dalam negeri. Rakyat dibelenggu kemiskinan karena gagalnya
kebijakan ekonomi Indonesia. Itulah yang menjadi tugas utama pemerintah:
bagaimana menghentikan pengiriman TKI selamanya. Tidak lain yaitu dengan
menyejahterakan mereka. Problemnya, jika sistem yang diterapkan saat ini masih
sistem sekuler-kapitalis yang tidak menyejahterakan rakyat, selama itu pula TKI
akan terus menjadi bahan hinaan.
Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi Indonesia
telah gagal mengatasi persoalan kemiskinan ekstrim dalam masyarakatnya. Bukti
tak terbantahkan bahwa klaim Kapitalisme sesat adalah “pertumbuhan ekonomi adalah
sarana utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat”. Bukannya membuahkan kesejahteraan bagi masyarakat dan
meninggikan standar hidup mereka, malah sebaliknya. Sistem ekonomi Kapitalis
yang diadopsi Indonesia dalam realitanya justru memperparah tingkata kemiskinan
dan memperbesar kesenjangan sosial. Sistem kapitalis telah acapkali terbukti
hanya menempatkan kekayaan pada segentir orang dan memiskinankan rakyat secara
luas.
Sistem Kapitalis yang diterapkan di Barat,
khususnya di Indonesia memandang segala sesuatu hanya sebagai masalah
permintaan dan penawaran. Yang tujuan akhirnya adalah mendapatkan keuntungan.
Pandangan ini telah menghinakan harkat manusia baik perempuan maupun laki-laki
menjadi tidak lebih dari sekedar komoditas ekonomi yang membawa keuntungan
finansial untuk negara mereka. Bisa digunakan dan dilecehkan tanpak peduli
efeknya terhadap fisik dan mental individu dan keluarga serta masyarakat.
Sangat kontras dengan Kapitalisme, Islam
tidak memandang manusia sebagai komoditi ekonomi, melainkan sebagai manusia
yang harus dilindungi. Jutaan buruh migran Indonesia akan memiliki cerita yang
lain jika berada di bawah naungan sistem Khilafah. Lebih dari empat belas abad
Khilafah telah teruji menangani kemiskinan. Khilafah adalah model terbaik
sebuah negara yang menerapkan sistem ekonomi yang sehat.
Khalifah mampu melarang penimbunan kekayaan
atau privatisasi sumberdaya alam. Melarang pihak asing berinvestasi besar dalam
pembangunan infrastruktur, pertanian, teknologi dan industri. Arah kebijakannya
adalah untuk mengusahakan distribusi kekayaan yang efektif dalam menjamin
kebutuhan pokok semua warga negaranya. Pada saat yang sama meletakkan kegiatan
ekonomi yang sehat untuk mengatasi pengangguran massal dan memungkinkan individu
untuk mendapat kemewahan. Itulah mengapa sistem sekuler harus diganti dengan
sistem Islam yang lebih memuliakan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar