Rabu, 24 Juni 2015

Di Pagi 24 Juni 2015




Pagi ini, Mamah datang menghampiri saya yang masih malas bangun pagi. Ucapan doa dan pelukan dari Mamah merupakan hadiah terbaik yang didapat, selain dari suami tentunya. Kemudian beliau bercerita tentang ceramah seorang Uztad sebelum puasa. Tentang umur manusia. Kadang manusia merasa belum siap ketika ditanya apakah sudah siap mati. Sebagian besar akan menjawab nanti dulu Yaa Allah, saya masih belum siap menghadapMu. Amal masih kurang banyak. Masih jauh dari kata sempurna. Uztad tersebut menjelaskan bahwa bukan hanya banyak amal yang disukai oleh Allah. Amal yang diterima adalah amal baik. Cukup. 

Entah mengapa tema yang dibahas oleh Mamah adalah usia. Seakan ia ingin bercerita bahwa ia siap kapan saja Allah memanggilnya. Sunyi.

Jantung saya hampir copot ketika Mamah berkata demikian. Kemudian saya berkata, “Jangan dong Mah”. Sambil mata ini berkaca-kaca. Membayangkan Mamah tidak ada tuh rasanya pedih. Biasanya Mamah memang paling takut kalau membahas kematian. Sepertinya masih lama. Namun setelah Uztad tersebut berceramah, mata hati Mamah serasa terbuka. Bukan amal yang banyak namun sia-sia. Amal yang baik yang diterima olehNya.

Sudahkah amal kita hari ini menjadi amal baik? Syarat amal yang diterima ada dua. Pertama adalah harus ikhlas hanya mengharap ridho Allah. Yang kedua adalah sesuai dengan syariat. Jadi tidak bisa kita berlindung dibalik alasan “yang penting niatnya”. Betul memang niat baik itu ada pahalanya. Namun caranya juga harus sesuai dengan kaidah agama. Contohnya memberikan uang kepada orangtua. Tidak boleh dengan cara yang menghina. Bahkan yang baik adalah meletakkan tangan kita di bawah. Biarkan orang tua mengambil dari atas. Itulah cara Islam benar-benar memuliakan.

Nasihat Mamah hari ini sungguh membuat sedih. Mamah yang biasanya selalu gagah, seakan sekarang sudah layu. Beliau berkata sudah sangat capek. Ah Mamah, maafkan anakmu kalau masih belum bisa membalas semua perbuatan baikmu. Apalah yang saya bisa lakukan selain menuliskan nasihat-nasihat terbaik Mamah. Supaya engkau dikenang selalu. Mah, your the best gift i’ve ever had. Love you Mom.

Hadiah terbaik yang saya dapatkan hari ini adalah perasaan dicintai oleh orang-orang yang kita cintai. Dari Mamah, suami, anak, saudara, dan teman-teman terbaik. Tak terasa mata saya berkaca-kaca. Hati saya begitu terharu.


Minggu, 14 Juni 2015

Resensi Buku Indahnya Romantika Ibu Ideologis



Identitas Buku
Judul                     : Indahnya Romantika Ibu Ideologis
Pengarang             : Ratna Mufida, dkk
Editor                    : Abu Faaris
Cetakan                : Kedua, Juli 2012
Penerbit                : Al Azhar Freshzone Publishing
Tebal                     : 228 hlm.

Resensi:
Sudah fitrah seorang perempuan ingin menjadi seorang ibu. Apalagi ibu ideal yang selalu baik, penyabar dan lain-lain. Namun pada praktiknya hal itu tidak mudah dikerjakan. Seorang ibu apalagi yang sudah ideologis kadang harus membagi waktu untuk semua tuntutan. Tuntutan yang pertama adalah harus menjadi ummu/ ibu yang bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak-anaknya. Tuntutan yang kedua adalah pengatur urusan rumah tangga. Mulai dari kebersihan rumah sampai urusan masak dan kebutuhan gizi anggota keluarga. Tuntutan yang ketiga adalah mendakwahkan Islam ke tengah masyarakat untuk tegaknya syariat Islam di dunia ini. Yang terakhir adalah aspek ideologis. 

Menjaga ketiga tuntutan tersebut memerlukan kemampuan manajerial yang baik. Bagaimana agar ketiganya bisa berjalan sesuai? Bagaimana mengatur waktunya? Bagaimana jika ibu menghadapi problem sistemik atau ujian yang lain?

Dalam buku ini para pembaca bisa mengambil pelajaran bagaimana menjadi ibu ideal. Banyak tips dan hikmah yang dibagi para kontributor lewat kisah nyatanya.

Saya menyukai semua ceritanya. Namun ada beberapa cerita favorit saya. Cerita favorit yang pertama ada di season 1 : Sekolah untuk buah hatiku. Pada cerita pertama yang dituturkan oleh Ibu Asri Supatmiati berjudul “ Ini Cerita Tentang Tsabitaku”. Membaca cerita ini membuat saya terinspirasi untuk mengajarkan anak saya keterampilan menulis. Untuk meningkatkan ikatan batin antara ibu dan anak, ibu dapat menuliskan perhatiannya dalam bentuk tulisan. Cara ini jauh lebih efektif daripada marah-marah.

“Terkadang, saat lidah kelu, tulisan menjadi perlu. Bahkan, sering, tulisan jauh lebih “dalam” dibanding sekadar ungkapan lisan.”

“ Aku juga percaya, suatu waktu, terkadang anak juga butuh “pengabaian”.

“ Untuk sama-sama bersinergi antara ibu dan anak, saling mencurahkan isi hati lewat tulisan adalah salah satu pilihannya.”

Sedangkan cerita yang kedua dan ketiga favorit saya adalah pada season keempat: Ibu Cerdas Finansial. Ada dua judul yang saya suka. “Tips Mengatasi Kantong Bolong” dan “Mengatur Pola Jajan Anak, Gak Sulit Koq!”. Cerita keduanya adalah tentang tips bagaimana seorang ibu cerdas mengatur urusan finansial.

Kutipan yang saya suka pada cerita “Tips Mengatasi Kantong Bolong” :

“Miliki anggaran belanja bulanan walau sederhana”

“Cermati harga barang-barang dari tempat belanja yang berbeda-beda kemudia membandingkan, mengutamakan berbelanja barang yang termasuk kebutuhan”

“Dahulukan 10% penghasilan untuk infaq di jalan dakwah, baru kemudian kebutuhan sehari-hari dan sedekah”

Kutipan yang saya suka pada cerita “Mengatur Pola Jajan Anak, Gak Sulit Koq!”:

“Perlu suatu prinsip dalam mengatur pola kehidupan anak sejak dini yang tentunya juga dilakukan oleh orang tua”

“ Perlu perencanaan dalam membeli mainan sesuai dengan maksud edukasi”

“Batasan untuk jajan makanan adalah halal dan thoyib”

“Tetap tenang dan tidak tersulut jika anak sedang emosi, marah dan mengamuk. Tetap menunjukkan kasih sayang kita”

Masih banyak tips dan cerita lain yang menarik. Sila dibaca sendiri supaya lebih asyik. ^__^

Minggu, 07 Juni 2015

Resensi Buku Dasar-Dasar Mendidik Anak





Identitas Buku
Judul                     :   Dasar-Dasar Mendidik Anak; Usia 1-10 Tahun
Pengarang             :   Najah as-Sabatin
Penerjemah           :   Yahya Abdurrahman
Editor                    :   Abu Faqih Abdurrahman
Cetakan                 :   Pertama, Maret 2013
Penerbit                 :   Al Azhar Freshzone Publishing
Tebal                     :   156 hlm.

Resensi:
Anak adalah amanah dari Allah SWT.  Saya memulai resensi buku ini persis seperti kalimat pembuka dari penerbit. Mengapa? Karena hampir sebagian orangtua (terutama yang Muslim) sering lupa menyadari bahwa anaknya bukanlah miliknya pribadi. Yang bisa disuruh, diperlakukan kasar, bahkan dianiaya sedemikian rupa atau paling parah ditelantarkan. Anak adalah titipan dari Allah yang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Apakah kita sudah memperlakukan anak dengan baik? Mengajarinya dengan baik?

Anak itu bukanlah robot, bisa diprogram untuk menjadi baik. Ibu paling baik, yang juga mengajarkan kebaikan, akan mendapati anaknya bisa melakukan hal-hal buruk di luar kebiasaan orang tua. Karena anak juga manusia. Mereka dibekali akal oleh Allah. Sama seperti orangtua, anak berpikir dan kemudian mengembangkannya. Kadang orangtua merasa anaknya nakal. Padahal anak hanya sedang berpikir. Melakukan percobaan, memprosesnya kemudian menentukan kesimpulan. Pada proses ini seharusnya orangtua yang menyadari kalau anaknya bukanlah seorang robot.

Dalam buku ini banyak hal yang bisa dipelajari. Bahkan sebenarnya saya belum tamat membacanya. Karena saat membaca buku ini justru ketika sedang ada masalah. Buku ini seperti tidak ada habisnya. Tidak cukup sekali membacanya.

Dari sekian banyak buku parenting, buku ini sangat bagus karena tidak memuat tips-tips saja. Dalam mendidik anak, orangtua memerlukan buku panduan bagaimana mendidik anak sehingga menjadi anak shalih. Itulah maka judulnya Dasar-dasar Mendidik Anak. Kalau hanya berupa tips saja kadang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Dengan mengetahui dasarnya, orangtua bisa mengimprovisasikan teori sesuai dengan keadaanya.

Pengarangnya memulai pendahuluan dengan hadist populer, “Setiap anak dilahirkan atas fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan dia seorang Yahudi, Nashrani atau Majusi”. Maksudnya adalah peran orangtua sangat besar dalam pembentukan tingkah laku anak.

Dasar yang pertama dalam mendidik anak adalah Kesepakatan Kedua Orang Tua Dalam Menentukan Tingkah Laku Yang Baik Dan Tingkah Laku Yang Buruk. Perbedaan standar tingkah laku baik dan buruk bisa jadi sumber masalah dalam suatu keluarga. Untuk itu kedua orangtua perlu bersepakat apa saja tingkah laku yang baik mana yang buruk. Orangtua harus kompak. Perbedaan standar dapat menimbulkan kepribadian ganda pada anak.

Kisah yang paling saya suka adalah pada dasar bagian kedua, Berbuat Baiklah Kepada Anakmu Agar Anakmu Berbakti Kepadamu. Selama ini kita selalu mengenal kisah Malin Kundang si Anak Durhaka. Tapi pernahkah Anda mendengar kisah orangtua yang durhaka?

“Engkau datang mengadukan kedurhakaan anakmu, sedangkan engkau telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu, dan engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu?” –Umar bin Khattab-

Masih ada dua dasar mendidik anak lagi. Tertarik membacanya? Langsung saja ke penerbit @AlAzhar Fresh Zone.



Cetakan terbaru