Setiap pasangan tentu mendambakan keluarga yang harmonis dan
sejahtera. Namun yang namanya berumah tangga masalah terkadang menghampiri.
Itulah ujian kehidupan. Hampir enam tahun berumah tangga membuat saya banyak
belajar. Ada saja ribut-ribut kecil yang terjadi antara suami. Baju kerja belum
disetrikalah, anak pada rewel, suami terlalu cueklah dsb. Hal-hal sepele kadang
bisa membuat keki hati. Padahal masalahnya Cuma sepele. Entah kenapa sering
bikin heboh rumah.
Setiap hari semenjak hari pernikahan, saya belajar bahwa
perbedaan membuat kita banyak mengenal dan memahami. Bagaimana karakter suami
dan begitu pula karakter saya sendiri. Kadang baru paham kok ternyata begini ya
cara saya menghadapi masalah seperti ini. Malah kadang baru paham diri kita
sendiri. Mungkin itulah yang disebut belajar menjadi bijak.
Pernah ngga sih terpikir untuk cerai kalau ada masalah? Jawabnya
ya pernahlah. Ada satu pasangan yang saya kira shalih banget sempat bercerita
kalau pernah terlintas di benaknya untuk cerai. Shalih memang bukan berarti
harus serba sempurna. Setiap manusia pasti ada kurangnya. Itu biasanya yang
menguatkan hati saya untuk kembali memaafkan suami, kembali memaafkan diri
sendiri juga.
Kalau kita memperhatikan berita tentang fenomena perceraian
ternyata cukup mengkhawatirkan. Di Indonesia hampir setiap tahun angkanya
meningkat. Faktor penyebab utamanya karena ekonomi. Suami tidak memberi nafkah.
Faktor kedua perselingkuhan. Di antara angka-angka tersebut sebagian besar trennya
adalah istri menggugat cerai suami.
Untuk itulah tulisan ini dibuat. Melihat fenomena yang
mengkhawatirkan ini membuat saya ingin merenung lagi tentang pernikahan. Fakta bahwa
istri lebih banyak menggugat cerai suami membuat saya sebagai perempuan ingin
bertanya kepada kaum saya sendiri. Benarkah ini yang kita inginkan?
Pembahasan tulisan ini hanyalah di seputar sikap seorang
istri bagaimana agar tetap waras menjaga rumah tangganya. Bukan untuk membahas
berbagai macam faktor penyebabnya. Fokus tulisan ini memang ditujukan untuk
membantu perempuan yang sedang dilanda masalah pernikahannya. Dan juga
mengingatkan kepada saya setiap kali saya sedang eror.
Setiap kali ada masalah dengan suami apa saja sih
kesalahannya? Ada juga kah andil kita di dalamnya? Jangan bisanya hanya
menyalahkan orang lain. Tak pernah introspeksi diri. Ingat lagi ini. Sebelum menunjuk
kesalahan di muka orang lain, bercerminlah dahulu melihat kesalahan di muka sendiri.
Sudahkah semua perbuatan yang kita lakukan sesuai dengan aturan Islam? Bagaimana
caranya kita tahu persis perbuatan kita sesuai dengan Islam kalau membaca
Alquran saja jarang? Bagaimana kita tahu segala tindakan kita sesuai dengan
hukum syara kalau mengkaji Islam saja malas?
Sedih rasanya kalau membaca hadist bagaimana Nabi
mengatakan bahwa kaum perempuan lebih banyak di neraka dibanding di surga? Sedih.
Seakan-akan kita adalah si terdakwa yang selalu salah. Alihkan saja perhatian kata “kaum perempuan” kepada bagaimana supaya bukan kita yang masuk neraka?
Rasulullah berpesan mengapa banyak perempuan yang akan masuk neraka? Karena mereka
kurang bersyukur kepada suaminya. Kurang bisa melihat kebaikan-kebaikan
suaminya.
Inilah yang membuat saya tetap waras walaupun saya hanyalah
seorang ibu yang tinggal di rumah. Setiap kali sedang emosi saya mencoba
berpikir lagi kenapa sih saya harus marah? Ketika marah memori yang terbayang
adalah perbuatan-perbuatan suami yang kurang pas di hati. Tapi hati bukanlah timbangan
yang tepat. Hati manusia mana ada yang tetap. Pasti ia selalu berubah. Kadang
ke timur kadang ke barat.
Maka akal sehat dan iman yang kuat yang menenangkan. Akal berkata,
masa sih kalah sama emosi? Berpikirlah dengan kepala yang dingin. Iman pun
berkata, sudahkah kamu mengikuti perintah Allah dan Rasulullah? Itulah yang
berkecamuk dalam benak saya setiap kali hati kesal terhadap sikap suami.
Para istri shalihah, mari kita lihat lagi bagaimana
kebaikan-kebaikan suami kita? Setiap hari ia bekerja keras untuk menghidupi
keluarga. Pergi pagi pulang malam. Bekerja keras demi anak dan istrinya. Kadang
ia capek maka ia berteriak, membantah, atau malah diam saja. Apakah manusia
tidak boleh capek? Tapi kita juga sama-sama capek. Kalau begitu lepaskan saja
dulu masalahnya. Jangan kau pikul sendirian. Tuliskan saja di diarimu seberapa
berat dan banyak bebanmu hari ini? Menulis membuat kita jadi merasa plong. Sembari
menulis, sempatkan untuk berdoa supaya Allah menguatkan. Supaya Allah
memberikan jalan terbaik. Semoga pernikahan ini selalu harmonis. Sakinah
mawaddah warahmah.
Para istri shalihah mudah-mudahan kita bukanlah termasuk
golongan penghuni neraka yang tidak bisa melihat kebaikan suami kita. Lihatlah kebaikan
suamimu hatta itu hanya secuil saja. Ingatlah memori-memori terbaik, terindah
bersama suami. Pertama kali bertemu, pertama kali berdua, pertama kali merasakan
kebahagiaan bersama suami. Ingatlah semua kebahagian itu. Ingatlah canda tawa
bersama suami dan anak. Ingatlah betapa mereka membutuhkan kita bersama
pasangan kita yaitu suami. Bapak anak-anak kita. Ingatlah bahwa bapak terbaik
buat mereka adalah bapaknya sendiri. Ingatlah itu saudaraku.
Semoga tulisan ini menjadi perekat keharmonisan rumah tangga
bagi kita. Aamiin.