Rabu, 06 Mei 2015

Meet and Greet with Asma Nadia



Sebenarnya ini postingan lama. Saya menyimpannya di laman Facebook. Biar rapi makanya saya masukan lagi di blog ini. Happy reading. ^_________^

Ditulis pada hari Kamis, 21 Agustus 2014

Siapa yang mengenal nama Asmarani Rosalba? Itulah nama asli dari penulis Indonesia yang lebih dikenal dengan nama pena Asma Nadia. Seorang penulis terkenal dan pembicara berbagai workshop di dalam dan luar negeri. Meraih penghargaan bergengsi The World’s 500 Most Influential Muslim tahun 2013. Selain itu juga pada 2012 termasuk dalam Tokoh Perubahan dari harian Republika. Asma Nadia telah menulis 49 buku, cerpen, naskah film dan lirik lagu.

Sabtu yang lalu, toko buku terkenal di dekat rumah mengadakan acara meet and greet with Asma Nadia. Acara akan diadakan pada pukul 16.00-18.00. Informasi ini saya dapat tiga hari sebelumnya melalui jejaring sosial, Facebook di fanpage AsmaNadia. Untuk ibu-ibu yang tidak tega berpisah dengan anak-anaknya walau sebentar, saya andilau. Antara dilema dan galau. Saya sudah persiapkan makanan dan juga beres-beres rumah. Jam setengah empat saya masih beres2. Bingung karena ingin mengajak serta anak-anak dan ibu saya jalan-jalan. Sayang anak-anak masih tidur. Mau menunggu mereka bangun bisa-bisa sudah selesai acaranya. Akhirnya saya telat datang dan acara sudah berlangsung sekitar setengah jam. 

Acara ini diadakan di cabang sebuah toko buku terkenal. Toko buku ini terdapat di dalam sebuah mal. Ruangan juga tidak sebesar toko buku pusatnya. Toko buku ini tidak memiliki ruangan untuk pertemuan sendiri. Jadi panggung acara dibuat sedemikian rupa berlatar spanduk meet and greet yang cukup besar hampir setinggi ruangan. Di depan spanduk diletakkan empat buah kursi pembicara. Hanya disediakan beberapa kursi di depan “panggung acara”. Beberapa pengunjung lain lebih banyak yang berdiri. Meja-meja pendek untuk memajang buku laris, buku baru dan lain lain sebenarnya cukup mengganggu tempat pengunjung yang berdiri. Namun para pengunjung nampaknya tidak peduli karena pembicara sangat atraktif. 

 Saat tiba di toko buku tersebut, pengunjung yang hadir sudah hampir memenuhi tempat. Saya tidak tahu Bunda Asma tengah bicara mengenai apa. Saya agak speechles. Terpikir saya akan bersikap biasa saja, ternyata gugup juga. Beberapa lama memperhatikan, Bunda sedang berbicara mengenai bagaimana proses menulis buku terbarunya, Assalamualaikum Beijing. Beliau bercerita tentang seseorang yang menginspirasinya untuk menulis. Bagaimana ia banyak mencari tahu penyakit yang diderita oleh orang tersebut. Bagaimana proses beliau menulis buku itu idenya sudah muncul di tahun 2005. Saat itu beliau sedang mengunjungi negara tirai bambu. Namun buku tersebut baru serius digarap tahun 2012. 

Selain beliau, narasumber yang berbicara adalah suaminya Isa Alamsyah. Dua orang lain yang diorbitkan oleh penerbitan terbaru Asma Nadia Publishing House juga turut memberikan cerita pengalaman menulisnya. Dedi Padiku seorang perantau yang sukses menjalani kehidupan di ibukota. Satu lagi adalah Agung Pribadi, penulis pertama sejarah motivasi di Indonesia atau disebut Historivator. Sesi cerita pengalaman hanya berlangsung satu jam. Bunda lebih memilih untuk segera melanjutkan ke sesi tanya jawab. Beberapa pertanyaan yang masuk adalah masalah ketidakpedean untuk melanjutkan tulisan dan mengirimkan tulisannya kepada penerbit. Saran dari Bunda Asma adalah jangan menjadi hakim. Biarlah tulisan kita dinilai oleh penerbit saja. Sedangkan saran dari suaminya adalah kirimkan saja naskahnya kepada penerbit. Karena itu selera penerbit. Jika sedang beruntung mungkin tulisan kita diterima. Pertanyaan yang lain adalah seputar ide penulisan yang mandeg. Saran dari Bunda adalah biarkan saja. Simpan saja dulu. Kemudian beliau bercerita tentang novel Assalamualaikum Beijing yang baru selesai ditulis tahun 2012. Padahal idenya sudah ada dari 2005. Tulis saja ide-ide yang masuk. Karena menangkap ide itu susah. Tulis di buku catatan, apalagi sekarang banyak gadget canggih seperti smartphone. 

Inti dari meet and greet ini adalah tentang memotivasi orang untuk menulis. Karena menulis itu adalah keterampilan. Bukan bakat. Semakin diasah semakin ahli. Nasihat penulis profesional kepada pemula adalah tulis, tulis, tulis. Latihan menulislah setiap hari. Semakin banyak menabung kata-kata. Kalau Anda masih belum bisa menyelesaikan tulisan Anda itu berarti Anda kurang banyak menulis ending. Jika ingin tulisan kita selesai jangan menjadi editor. Tulis saja dahulu semuanya. Selesaikan endingnya. Inilah yang agak susah. Kita harus disiplin. Buatlah hukuman jika kita tidak bisa menyelesaikan tulisan di waktu yang sudah ditetapkan. 

Pesan lainnya adalah jika ingin tulisan Anda langsung booming yang perlu diperhatikan adalah positioning. Mulailah dari hal yang Anda suka dan kuasai. Seperti Agung Pribadi. Beberapa kali ditolak oleh penerbit kemudian beliau membuat positioning yang lain. Selama ini penulisan sejarah di Indonesia terlalu “buku pelajaran”. Maka ia membuat bagaimana agar sejarah menjadi sesuatu yang menarik dan membangkitkan semangat. Terbitlah buku “Gara-Gara Indonesia”. Sedangkan Dedi Padiku menulis tentang kisah perantauannya di Jakarta. Banyak hal-hal lucu yang terjadi. Dari pembawaan beliau memang orangnya lucu, banyak tersenyum dan bercanda. Membuat suasana meet and greet lebih cair dan hangat. 

Ada satu kutipan kata-kata yang menarik terlontar dari Bunda Asma. “Jika Anda orang baik, jika Anda orang cerdas, jika Anda orang bijak, menulislah. Kita membutuhkan orang baik, cerdas, dan bijak di saat dunia sedang seperti ini.” Kata-kata yang sungguh menggugah dan menggerakkan hati. 

Sebelum acara ditutup, panitia membagikan doorprize. Satu buah buku bestseller Catatan Hati Seorang Istri yang sinetronnya sedang populer. Di dalam buku itu terdapat tanda tangan pemain sinetronnya. Kemudian acara terakhir adalah book-signing. Lagi-lagi saya speechles. Padahal tadinya ingin mengatakan banyak hal. Ingin bertanya bisakah bergabung di Komunitas Bisa Menulisnya. Adakah kursus menulisnya? Supaya saya lebih disiplin dalam menulis. Selama ini dan seperti ibu-ibu yang terlalu santai, saya merasa karir saya sebagai penulis tidak akan terwujud kalau setiap hari saya tidak dipaksa menulis. 

Akhirnya hanya ucapan, “Assalamualaikum Mba, saya adalah penggemar sejak SMA. Saya juga ingin menjadi penulis seperti Mba.” Hanya itu yang terucap dari saya. Beliau yang begitu ramah menjawab, “Ayo menulislah.” Di atas tandatangan beliau tertulis, To Wendy. Sebab Menulis itu Berjuang. Kemudian kami berfoto bersama.