Sebenarnya ini postingan lama. Saya menyimpannya di laman Facebook. Biar rapi makanya saya masukan lagi di blog ini. Happy reading. ^_________^
Ditulis pada hari Kamis, 21 Agustus 2014
Siapa yang mengenal nama Asmarani
Rosalba? Itulah nama asli dari penulis Indonesia yang lebih dikenal dengan nama
pena Asma Nadia. Seorang penulis terkenal dan pembicara berbagai workshop di dalam dan luar negeri. Meraih
penghargaan bergengsi The World’s 500
Most Influential Muslim tahun 2013. Selain itu juga pada 2012 termasuk
dalam Tokoh Perubahan dari harian Republika. Asma Nadia telah menulis 49 buku,
cerpen, naskah film dan lirik lagu.
Sabtu yang lalu, toko buku
terkenal di dekat rumah mengadakan acara meet
and greet with Asma Nadia. Acara
akan diadakan pada pukul 16.00-18.00. Informasi ini saya dapat tiga hari
sebelumnya melalui jejaring sosial, Facebook di fanpage AsmaNadia. Untuk ibu-ibu yang tidak tega berpisah dengan
anak-anaknya walau sebentar, saya andilau. Antara dilema dan galau. Saya sudah
persiapkan makanan dan juga beres-beres rumah. Jam setengah empat saya masih
beres2. Bingung karena ingin mengajak serta anak-anak dan ibu saya jalan-jalan.
Sayang anak-anak masih tidur. Mau menunggu mereka bangun bisa-bisa sudah
selesai acaranya. Akhirnya saya telat datang dan acara sudah berlangsung
sekitar setengah jam.
Acara ini diadakan di cabang sebuah
toko buku terkenal. Toko buku ini terdapat di dalam sebuah mal. Ruangan juga
tidak sebesar toko buku pusatnya. Toko buku ini tidak memiliki ruangan untuk
pertemuan sendiri. Jadi panggung acara dibuat sedemikian rupa berlatar spanduk meet and greet yang cukup besar hampir
setinggi ruangan. Di depan spanduk diletakkan empat buah kursi pembicara. Hanya
disediakan beberapa kursi di depan “panggung acara”. Beberapa pengunjung lain
lebih banyak yang berdiri. Meja-meja pendek untuk memajang buku laris, buku
baru dan lain lain sebenarnya cukup mengganggu tempat pengunjung yang berdiri.
Namun para pengunjung nampaknya tidak peduli karena pembicara sangat atraktif.
Saat tiba di toko buku tersebut, pengunjung
yang hadir sudah hampir memenuhi tempat. Saya tidak tahu Bunda Asma tengah
bicara mengenai apa. Saya agak speechles.
Terpikir saya akan bersikap biasa saja, ternyata gugup juga. Beberapa lama
memperhatikan, Bunda sedang berbicara mengenai bagaimana proses menulis buku
terbarunya, Assalamualaikum Beijing. Beliau bercerita tentang seseorang yang
menginspirasinya untuk menulis. Bagaimana ia banyak mencari tahu penyakit yang
diderita oleh orang tersebut. Bagaimana proses beliau menulis buku itu idenya
sudah muncul di tahun 2005. Saat itu beliau sedang mengunjungi negara tirai
bambu. Namun buku tersebut baru serius digarap tahun 2012.
Selain beliau, narasumber yang
berbicara adalah suaminya Isa Alamsyah. Dua orang lain yang diorbitkan oleh
penerbitan terbaru Asma Nadia Publishing House juga turut memberikan cerita
pengalaman menulisnya. Dedi Padiku seorang perantau yang sukses menjalani
kehidupan di ibukota. Satu lagi adalah Agung Pribadi, penulis pertama sejarah
motivasi di Indonesia atau disebut Historivator. Sesi cerita pengalaman hanya
berlangsung satu jam. Bunda lebih memilih untuk segera melanjutkan ke sesi
tanya jawab. Beberapa pertanyaan yang masuk adalah masalah ketidakpedean untuk
melanjutkan tulisan dan mengirimkan tulisannya kepada penerbit. Saran dari
Bunda Asma adalah jangan menjadi hakim. Biarlah tulisan kita dinilai oleh
penerbit saja. Sedangkan saran dari suaminya adalah kirimkan saja naskahnya
kepada penerbit. Karena itu selera penerbit. Jika sedang beruntung mungkin
tulisan kita diterima. Pertanyaan yang lain adalah seputar ide penulisan yang mandeg.
Saran dari Bunda adalah biarkan saja. Simpan saja dulu. Kemudian beliau
bercerita tentang novel Assalamualaikum Beijing yang baru selesai ditulis tahun
2012. Padahal idenya sudah ada dari 2005. Tulis saja ide-ide yang masuk. Karena
menangkap ide itu susah. Tulis di buku catatan, apalagi sekarang banyak gadget
canggih seperti smartphone.
Inti dari meet and greet ini adalah tentang memotivasi orang untuk menulis.
Karena menulis itu adalah keterampilan. Bukan bakat. Semakin diasah semakin
ahli. Nasihat penulis profesional kepada pemula adalah tulis, tulis, tulis.
Latihan menulislah setiap hari. Semakin banyak menabung kata-kata. Kalau Anda
masih belum bisa menyelesaikan tulisan Anda itu berarti Anda kurang banyak
menulis ending. Jika ingin tulisan
kita selesai jangan menjadi editor. Tulis saja dahulu semuanya. Selesaikan endingnya. Inilah yang agak susah. Kita
harus disiplin. Buatlah hukuman jika kita tidak bisa menyelesaikan tulisan di
waktu yang sudah ditetapkan.
Pesan lainnya adalah jika ingin
tulisan Anda langsung booming yang
perlu diperhatikan adalah positioning.
Mulailah dari hal yang Anda suka dan kuasai. Seperti Agung Pribadi. Beberapa
kali ditolak oleh penerbit kemudian beliau membuat positioning yang lain. Selama ini penulisan sejarah di Indonesia
terlalu “buku pelajaran”. Maka ia membuat bagaimana agar sejarah menjadi
sesuatu yang menarik dan membangkitkan semangat. Terbitlah buku “Gara-Gara
Indonesia”. Sedangkan Dedi Padiku menulis tentang kisah perantauannya di
Jakarta. Banyak hal-hal lucu yang terjadi. Dari pembawaan beliau memang
orangnya lucu, banyak tersenyum dan bercanda. Membuat suasana meet and greet lebih cair dan hangat.
Ada satu kutipan kata-kata yang
menarik terlontar dari Bunda Asma. “Jika Anda orang baik, jika Anda orang
cerdas, jika Anda orang bijak, menulislah. Kita membutuhkan orang baik, cerdas,
dan bijak di saat dunia sedang seperti ini.” Kata-kata yang sungguh menggugah
dan menggerakkan hati.
Sebelum acara ditutup, panitia
membagikan doorprize. Satu buah buku
bestseller Catatan Hati Seorang Istri yang sinetronnya sedang populer. Di dalam
buku itu terdapat tanda tangan pemain sinetronnya. Kemudian acara terakhir
adalah book-signing. Lagi-lagi saya speechles. Padahal tadinya ingin
mengatakan banyak hal. Ingin bertanya bisakah bergabung di Komunitas Bisa
Menulisnya. Adakah kursus menulisnya? Supaya saya lebih disiplin dalam menulis.
Selama ini dan seperti ibu-ibu yang terlalu santai, saya merasa karir saya
sebagai penulis tidak akan terwujud kalau setiap hari saya tidak dipaksa
menulis.
Akhirnya hanya ucapan,
“Assalamualaikum Mba, saya adalah penggemar sejak SMA. Saya juga ingin menjadi
penulis seperti Mba.” Hanya itu yang terucap dari saya. Beliau yang begitu
ramah menjawab, “Ayo menulislah.” Di atas tandatangan beliau tertulis, To
Wendy. Sebab Menulis itu Berjuang. Kemudian kami berfoto bersama.