hari Kamis, 14 Juni 2012 Hal 4 Opini Rubrik Suara Publika
sayang karena keterbatasan halaman (mungkin) jadi bagian terakhir harus dihilangkan
ini tulisan aslinya
Sisi Gelap Piala Eropa
Sungguh malang nasib perempuan di
Ukraina. Para aktivis Femen, Organisasi Kebebasan untuk Wanita, rela
bertelanjang dada untuk mendemo perhelatan piala Eropa. Mereka menolak ajang
Piala Eropa 2012 karena hanya akan memicu pelonjakan tingkat pelacuran di
Ukraina dan Polandia. Menurut mereka, para suporter seluruh negara peserta,
dipastikan mengunjungi tempat-tempat prostitusi. Namun suara mereka hanya
dianggap angin sepoi-sepoi. Aktivis yang berdemo itu malah diancam dan
dikenakan denda. Hukuman yang akan diterima adalah masa tahanan selama 15 hari
atau denda sebesar 800 hryvnia atau sekitar 900ribuan rupiah. Sudah
mempermalukan diri sendiri dengan membuka aurat malah berakhir di penjara.
Bola, bir, dan perempuan malam
tampaknya tidak bisa dipisahkan dari ajang besar piala Eropa. Apalagi di Ukraina sendiri dikenal dengan
industri prostitusi. Penjaja jasa ini bisa dengan mudah ditemukan di jalanan,
bar dan hotel di negeri itu. Selain
menjadi pekerja seks, posisi perempuan dalam industri bola hanyalah pemanis
agar sepakbola lebih menjual. Presenter acara bola, model-model iklan di situs
judi, dan perempuan pasangan bintang sepakbola ditujukan untuk mendongkrak
pamor. Perempuan tak tau bahwa mereka hanyalah dijadikan target eksploitasi industri
sepakbola.
Padahal Islam telah memuliakan
perempuan. Rasulullah pernah bersabda bahwa “Takutlah kepada Allah dan
hormatilah kaum wanita.” (HR Muslim).
Dalam Islam, seorang wanita dilarang melakukan pekerjaan yang menonjolkan aspek
sensualitas. Kewajiban menutup aurat dan keharaman bertabaruj atau memperlihatkan kecantikan adalah demi kehormatan
perempuan agar tak dilecehkan. Zaman Khalifah Mu’tashim, harga diri seorang
wanita yang dilecehkan oleh pembesar Romawi dibayar dengan perang. Sedemikian
besarnya tentara kaum muslimin hingga diriwiyatkan, “kepala” pasukan sudah
berada di Amuria sedangkan “ekornya” berakhir di Baghdad. Banyak kisah lainnya
yang menunjukkan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dan
menjaga harga diri perempuan. Sayangnya, saat ini Negara Islam (Khilafah) yang
menerapkan hukum-hukum tersebut tidak ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar